Wilayah lereng Gunung Lawu adalah wilayah terpencil pada masa lalu. Sejarah masyarakatnya adalah sejarah keterbelakangan. Pada masanya pendidikan tak banyak bisa dienyam oleh masyarakat. Begitu pun pendidikan tinggi yang di dalamnya tentu diajarkan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Teknologi bisa menjadi barang langka. Teknologi yang dikuasai masyarakat hanyalah sebatas teknologi minimalis dan sederhana yang sekedar bisa memudahkan kehidupan mereka. Seperti bajak untuk meringankan petani untuk mengolah sawah.
Kalau pun teknologi dan pengetahuan di kota maju dengan pesat namun tak serta merta bisa diikuti oleh masyarakat di wilayah ini. Ketika kota Solo sudah berlimpah ruah penerangan listrik sejak jaman Belanda menjajah Indonesia, namun baru tahun 1989 wilayah ini terlayani listrik dari perusahaan listrik negara PLN. Bahkan baru tahun 2013 PT Telkom memasang jaringan telepon tembaga di wilayah ini.
Oleh karena itu jika ada seseorang yang memiliki ide dan kemampuan mencipta karya teknologi dan merekayasanya untuk memudahkan cara hidup manusia tentu itu sebuah ketidaklaziman. Sesuatu yang tidak biasa.
Begitulah dengan Syam Sutarto. Sosok wiraswasta lulusan sekolah dasar ini melakukan sesuatu yang tak lazim pada jamannya. Ia lebih banyak menggunakan otaknya untuk merekayasa teknologi yang banyak orang bilang sebagai futuristik dan melampaui jaman jauh ke depan.
Bermula ketika saat masih duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar, dia melihat dinamo sepeda yang dihimpitkan dengan roda kemudian bisa menyalakan lampu. Kemudian ketika suatu saat dia diberi uang bapaknya sebagai ganti dia tidak diajak ke acara perkawinan kerabatnya, maka dibelikanlah uang itu dinamo sepeda dan beberapa peralatan dan dia merangkainya menjadi kincir air dan putarannya dipakai memutar dinamo. Dan eksperimen itu berhasil lampu bisa menyala, meski tak lama kemudian meledak dan terbakar karena putaran dinamonya melebihi batas yang diijinkan.
Berikutnya di sekolah dasar itu juga, seorang gurunya –ia menyebut namanya Pak Sarmin– mengatakan bahwa kalau bunga mawar direbus maka akan menghasilkan minyak. Ia pun mempraktekkannya dengan menggunakan kaleng bekas dan dipanasi di atas tungku. Namun ditunggu lama minyak yang dikatakan gurunya akan keluar itu tak muncul-muncul. Saking kesal ia tinggalkan api di tungku dan rebusan bunga mawar itu. Tak berapa lama tungku itu meledak dan rusak. Ia dimarahi ibunya.
Dua kejadian itu terus menghinggapi pikirannya. Niatan untuk bereksperimen dengan dua hal itu selalu mengganggu pikirannya sampai akhirnya dewasa.
Namun rupanya masih ada teknologi lain yang juga sempat menarik perhatiannya.
Suatu ketika ia pernah ‘dititipkan kepada seseorang yang berprofesi menjadi montir radio bernama Sugiman, dan membuka jasa servis pesawat radio di wilayah Karangpandan.
Sang montir tertarik dengan kemampuan Syam karena ia pernah membuat rancangan elektronika yang berfungsi untuk memanggil ikan dan ditnjukkan kepadanya.
Akhirnya beberapa tahun ia belajar mengembangkan pengetahuannya di bidang elektronika di tempat itu. Di tempat itu Syam muda yang lulus sekolah dasar tahun 1967 itu juga menunjukkan bakat yang di atas rata-rata.
Ketika itu pemerintah melakukan penataan ulang frekuensi radio. Gelombang pendek hanya diperuntukkan untuk radio-radio siaran pemerintah. Konsekuensinya pesawat-pesawat radio yang sudah ada di pasaran atau di miliki publik juga berubah. Ada banyak peaawat radio yang akhirnya tidak bisa menangkap siaran dari stasiun radio yang mungkin banyak pendegarnya atau digemari banyak orang. Salah satunya adalah Radio Konservatori. Radio ini adalah stasiun radio swasta yang berada di Kota Solo dan selalu menyiarkan musik Jawa, karawitan, wayang orang dan semua yang berbau budaya Jawa. Ini menyebabkan banyak digemari orang.
Tempat-tempat servis radio kemudian banyak yang mengakalinya dengan menambah sedikit modifikasi dan penambahan rangkaian elektronik agar pesawat radio bisa menangkap siaran radio Konservatori tersebut.
Syam yang baru beberapa saat berada di tempat usaha jasa perbaikan pesawat radio itu sudah bisa membuat pesawat radio menerima siaran radio Konservatori itu.
Untuk lebih mengukuhkan kemampuannya di bidang elektronika ia lalu ikut kursus elektronika di lembaga kursus bernana Candradimuka di Kota Karanganyar.
Setelah itu Syam buka jasa servis pesawat radio sendiri. Pada saat-saat inilah ia sempat mewujudkan cita-citanya dulu. Tanpa bekal pengetahuan teknik yang memadai, ia mulai coba membangun pembangkit mikrohidro yang didesain dan dirangkai sendiri. Dengan memanfaatkan debit air 20 liter per detik di dekat rumahnya.
Saat itu listrik PLN belum masuk kawasan lereng barat Gunung Lawu. Namun di desa Girimulyo sudah ada pembangkit listrik tenaga air yang dikelola dan dibangun oleh pihak swasta.
PLTA mikrohidro sederhana ini dibangun tahun 1983 dan bisa untuk penerangan di rumahnya sendiri serta tiga rumah tetangganya. Kalau malam bisa untuk mengisi atau men-charge beberapa buah aki kecil, dan kalau siang hari bisa untuk mengisi aki besar.
Proyek eksperimen ini tidak berumur panjang. Karena selang tidak beberapa lama PLTA itu gulung tikar, karena beberapa persoalan. Namun, sebagai sebuah eksperimen rekayasa pembangkitan energy listrik pedesaan pada jaman itu sudah sangat berhasil. Banyak kelakar orang-orang tua yang mengatakan Syam Sutarto berhasil mengalirkan listrik dari sawah ke rumah. Ia mengaku saat itu belum paham sama sekali hitung-hitungan efisiensi energi dari sistem pembangkitan mikrohidro itu. Meski dia tahu bahwa debit air yang dipakai untuk memutar kincir itu sebesar 20 liter per detik.
Pertengahan dekade 90-an, wilayah Kecamatan Ngargoyoso marak usaha penyulingan minyak dari daun cengkih. Syam Sutarto juga akhirnya mencoba terjun ke usaha ini. Namun persinggungannya dengan dunia industri penyulingan ini tidak setengah-setengah. Ia tak sekedar ikut-ikutan orang lain untuk memproses daun cengkih yang dibeli dari pengumpul dan masyarakat di seputar Ngargoyoso ini saja. Ia bagaikan industriawan terkemuka. Pabrik penyulingan direncanakan dengan perhitungan teknik yang detail dan studi kelayakan ekonomi. Berkat perencanaan dan perhitungan yang dilakukan sendiri dengan sungguh-sungguh ia juga sempat mengungkap bagaimana praktik curang yang biasa dilakukan pelaku penyulingan dalam melakukan hitung-hitungan volume dan nilai pembelian bahan mentah ke pengumpul daun cengkih.
Kegiatan eksperimentasi ini rupanya diilhami dari kegagalannya ketika “menyuling” bunga mawar saat kelas lima SD dulu. Tak dinyana sebelumnya eksperimentasi rekayasa penyulingan minyak atsiri ini ternyata membuat Syam bersinggungan dengan dunia akademis.
Ketika usaha penyulingan daun cengkih dijadikan proyek pembinaan Departemen Perindustrian dan Perdagangan (sekarang Kementerian Perindustrian), dan mendapat bantuan peralatan penyulingan, kegiatan penyulingan ini makin berkembang pesat. Hitungan-hitungan ekonomis pun makin baik dan mendekati angka sangat efisien.
Keberhasilan ini rupanya didengar oleh beberapa staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Syam dianggap memiliki energi inovasi rekayasa pasca panen yang hebat. Sehingga mereka membawa mahasiswa-wi nya ke tempat penyulingan milik Syam untuk studi. Tidak hanya itu, Fakultas Pertanian UNS juga pernah membuatkan usulan hibah bantuan peralatan untuk kegiatan penyulingan tersebut. Bahkan salah satu mahasiswa dari Program Studi Diploma III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret menjadikan kegiatan penyulingan ini sebagai tempat penelitian tugas akhirnya. Di dalam penelitian berjudul Pengendalian Mutu Minyak Atsiri Sereh Wangi (Citronella oil) di UKM Sari Murni, itu Syam menjadi pemimbing lapangan.
Ketika itu Syam juga mulai sering diminta mengikuti seminar dan menjadi pemateri dalam forum-forum pelatihan. Dalam sebuah seminar pernah ditanya apa beda minyak atsiri dan minyak nabati? Dari hasil permenungannya dia menjawab bahwa minyak nabati adalah semua minyak yang didapat dari tumbuhan, sedangkan minyak atsiri adalah minyak dari tumbuhan melalui proses destilasi (penyulingan). Minyak nabati semakin lama disimpan kualitasnya menurun (rusak0, sedang minyak atsiri semakin lama disimpan justru makin baik kualitasnya. Kesimpulan ini memang masih harus diuji lagi.
Sebagai generasi yang sudah tidak bersentuhan secara intens dengan komputer, saat dia harus menyampaikan rancangan desain unit alat penyulingan dalam sebuah pelatihan, kerap ia minta tolong petugas rental komputer untuk menuangkan rancangan desainnya ke dalam gambar di komputer.
Dalam setiap detail instalasi penyulingannya pun juga sering terjadi eksperimen-eksperimen. Dia sering bekerja sendirian. Ketika mendapat bantuan tungku dan ketel dari Depertemen Perindustrian dan Perdagangan, dia harus memasangnya seorang diri. Ketel seberat kurang lebih 5 kwintal harus dimasukkan ke dalam tungku dan diatur pada posisi yang pas. Akhirnya dengan memutar otak dia menemukan cara yang ringan untuk memasukkan ketel ke dalam tungku serta memutarnya sesuai dengan yang diinginkan.
Syam adalah orang yang tidak mudah fokus hanya pada satu hal, terbukti ketika Syam berkutat dengan dunia penyulingan, rupanya ia masih bisa membagi perhatian ke bidang pendidikan. Saat kementerian Pendidikan Nasional memunculkan program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Syam juga terlibat di Komite Sekolah Sekolah Dasar Negeri Berjo I. Di sekolah tempat ketiga anaknya (Furqon, alumnus Program Studi Elektronika dan instrumentasi FMIPA UGM, Efendi alumnus Teknik Elektro FT UGM, dan Etik, alumnus Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Yogyakarta) mengenyam pendidikan dasar itu, ia pernah menyumbangkan miniatur pembangkit mikrohidro yang pernah dibangunnya. Miniatur pembangkit listrik tenaga air itu dimaksudkan untuk bahan pembelajaran bagi siswa-siswi SD tersebut. Sumbangan itu hanya diimbali dengan pengumpulan daun cengkih yang dikumpulkan di halaman sekolah itu untuk dibelinya.
Syam Sutarto adalah seorang pembelajar. Saat awal-awal dia membuka jasa servis radio ia suka membuat eksperimentasi desain alat-alat yang berbasiskan rangkaian elektronika. Ia suka membaca majalah Elektron yang dulu diterbitkan oleh Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung dan Majalah Karya Remaja. Di dalam dua majalah tersebut memang selalu dimuat desain—desain terbaru rancang bangun rangkaian elektronika. Contoh-contoh rangkaian elektronika itu sering menjadi inspirasinya.Ia juga yang dulu pernah mendorong booming penggunaan radio walkie talkie di wilayah Kecamatan Ngangoyoso.
Syam juga perekayasa teknologi yang boleh disebut sebagai holistik. Meski penguasaan rekayasa teknologi mungkin menjadi satu-satunya di lereng Gunung Lawu, tetapi kehidupannya juga sangat relijius. Kini di usia senjanya masih rajin sholat jamaah di masjid. Saat ikut bersama Syam untuk sholat ashar, ia masih menjadi muadzin di Masjid Berjo yang berlokasi tak jauh dari wisata Air Terjun Jumog itu. Meski stroke pernah menderanya dengan hebat beberapa tahun lalu, kini justru kelihatan lebih sehat. Ia juga pernah terlibat dalam haru biru dakwah Islam di Dusun Pabongan pada masa lalu.
Kini Syam tinggal berdua dengan istrinya di rumah di kawasan Barat Daya Dusun Pabongan. Meski demikian dia masih sering berinovasi. Misalnya dia juga tiba-tiba mengirimkan gambar tungku berbahan bakar plastik lewat aplikasi chatting whatsapp. Dia menambahkan keterangan bahwa nyala api tungku itu sempurna dan tidak berasap. Alasan dia menggunakan plastik adalah karena plastik lebih baik dibikin bahan bakar daripada dibuang di sembarang tempat dan menyumbat saluran air sehingga menyebabkan banjir.
Ketika kondisi fisiknya berangsur membaik, meski tidak pulih total, ia masih membantu istrinya untuk misalnya mengangkut hasil bumi dari sawah ke rumah. Dengan kondisi tubuh pernah didera stroke, tentu tidak bisa secara normal melakukannya. bahkan sekedar menaikkan sekarung sayur ke atas sadel motor.Ia pun juga berfikir mencari cara. Salah satu ide yang didapatkannya adalah dengan menambahkan gerobak dua roda yang ditarik dengan motornya. Juga ditambahkan kopel agar geraknya bisa fleksibel pada saat belok, mirip truk gandeng.
Di era internet dan big data seperti saat ini, Syam Sutarto juga familiar dengan media sosial whatsapp dan facebook, meskipun sekedar untuk berkomunikasi sederhana. Tetapi ini menunjukkan ia seorang yang mudah menerima hal-hal baru.
Syam Sutarto, sebagai perekayasa teknik di kawasan Lereng Barat Gunung Lawu kini telah menjadi “masa lalu”. Namun ia juga telah menjadi guru bagi beberapa orang “kadernya”. Beberapa orang yang dulu menjadi murid yang dididik kini telah menyebar ke beberapa kota. Meski mereka bekerja berwiraswasta, namun banyak yang menjadikan “ilmu” dari Syam Sutarto sebagai inspirasinya.
Saat ditemui menjelang hari raya Iedul Fitri 1440H/ awal juni 2019 kebetulan ada keponakannya yang kini tinggal di Bekasi Jawa Barat juga bertandang ke rumahnya, sang keponakan dia sebut sebagai orang yang mewujudkan ide dan mimpinya tentang pembangkit listrik tenaga angin dan matahari.
Meski demikian tidak semua idenya bisa terlaksana. Misalnya saat, air terjun Jumog dibuka tahun 2003, ia pernah menyarankan kepada pengembang agar air terjun itu juga dipakai untuk membangkitkan tenaga listrik. Namun rupanya masukan itu tidak diterima. Hingga sekarang air terjun Jumog hanya dipakai untuk kepentingan wisata saja.
Syam Sutarto sebagai perekayasa teknik, memang fenomenal. Setidaknya untuk di kawasan lereng Barat Gunung Lawu yang dulu terbelakang secara ekonomi dan akses kemajuan. Ia bisa dikatakan sebagai pelopor perekayasa teknik yang langka dari lereng Barat Gunung Lawu. Semoga ia menjadi inspirasi bagi generasi muda sekarang…
(naskah dan foto: Lais Abid)