Tugu bisa berarti monumen. Bisa berbentuk patung seperti Tugu Selamat Datang di Bundaran HI Jakarta, bisa berupa bangunan kerucut menjulang tinggi. Namun di lereng Lawu, tugu juga bisa di artikan sebagai bangunan menjulang yang diletakkan di kanan kiri jalan mulut gang atau pintu masuk ke sebuah pedusunan. Sebagai penanda bahwa seseorang memasuki sebuah dusun tertentu.
Bangunan tugu ini biasanya dibuat dari tembok. Kemudian dipasang tulisan selamat datang dan selamat jalan. Kadang juga dipasang ornamen atau hiasan. Agar awet, karena dipasang di luar ruang, tulisan atau hiasan ini juga dibuat dari adukan semen yang menyatu dengan bangunan induk.
Saat ini sudah jarang ada bangunan tugu semacam ini di lereng Lawu. Jaman sekarang gerbang masuk pedusunan dibuat dari bahan besi atau material ringan lain seperti plastik atau fiberglass.
Dari sebuah dokumentasi foto milik warga Dusun Pabongan, ditemukan kegiatan pembangunan tugu di salah satu pintu masuk dusun itu. Tugu itu dibangun kira-kira tahun 1977.
Saat itu pemerintah Desa Berjo menawarkan dana pembangunan infrastruktur tugu kepada masyarakat. Bagi kelompok masyarakat yang bersedia mengerjakannya dengan padat karya dipersilahkan mengajukan usulan. Ada dua usulan yang masuk. Dua-duanya berada di sekitar jalan ke Candi Sukuh. Pertama dibangun di kanan kiri jalan jalan utama yang terletak persis di perbatasan dusun Pabongan dan dusun Selorejo. Kemudian yang satu lagi di pintu masuk dusun Pabongan. Kebetulan usulan pembangunan tugu yang di pintu masuk dusun Pabongan ini datang dari tokoh yang saat itu merupakan pengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sementara usulan pembangunan tugu yang satunya lebih didominasi oleh mereka yang dekat dengan aparatur desa. Akhirnya aroma politis pun tidak bisa terhindarkan. Tugu yang satu ini dibangunnya bukan di pintu masuk jalan pedusunan, melainkan dibangun di pinggir kanan-kiri jalan yang menuju Candi Sukuh.
Perlu diketahui bahwa Partai Golkar pada saat itu adalah partai berkuasa. Partai Golkar menguasai brikorasi sampai satuan paling bawah yaitu kelurahan atau desa. Sementara PPP sendiri merupakan partai minoritas di tengah dominasi Partai Golongan Karya di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso menjelang pemilu 1977. Aparat pemerintah (desa) yang saat itu menjadi bagian dari partai berkuasa.
Selain sebagai upaya memperindah kawasan, tugu tersebut akhirnya juga menjadi simbolisasi kontestasi politik saat itu. Pembangunan kedua tugu tersebut akhirnya merepresentasikan jalan politik dari masing-masing yang mengusulkan.
Saat itu warna bukan menjadi simbol klaim afiliasi politik. Sebab kedua tugu tersebut sama-sama dicat warna kuning yang merupakan warna identitas Golkar. Meskipun warna identitas PPP hijau, tugu yang dibangun secara gotong-royong itu tetap dicat warna kuning seperti tugu yang dibangun oleh pengurus Golkar. Hanya saja warna kuningnya agak pudar mendekati warna putih.
Saat itu juga muncul kelakar yang bernada sinis untuk saling mengejek bahkan mengunggulkan karya tugu masing-masing. Agar lebih keren tugu yang dibuat oleh pengurus PPP dicantumkan tulisan selamat datang dengan bahasa Inggris “welcome” dan bahasa Jawa “sugeng rawuh”. Juga ada tulisan “selamat jalan”, “goodbye” dan “Pelita” (pembangunan lima tahun) –jargon yang diklaim milik PPP kala itu. Bahkan kata “Pelita” ini menjadi nama sebuah koran yang dikelola oleh DPP PPP waktu itu. Sementara tugu yang dibangun oleh kelompok Golkar tampilannya biasa-biasa saja, tanpa sentuhan intelektual. Hal ini untuk menunjukkan bahwa tugu yang satu dibuat oleh orang yang lebih berpendidikan.
Di dua buah foto hitam putih tersebut terlihat tugu yang dibangun pengurus PPP sedang dibangun dan dikerjakan secara gotong royong dengan melibatkan warga setempat. Tidak ada catatan apakah biaya pembanguan sepenuhnya dari pemerintrah desa setempat itu, atau ada tambahan berasal dari iuran warga masyarakat atau berasal dari donatur.
Sebab, apabila dugaan bahwa pembangunan tugu tersebut benar terkait dengan kontestasi politik saat itu, bisa jadi ada tambahan biaya pembanguan tugu itu berasal dari sumbangan pengurus partai di tingkat kabupaten (dewan pimpinan cabang atau dewan pimpinan daerah).
Kedua tugu sudah tidak ada terlihat di rekaman google street view Agustus 2019.
Setelah pembangunan tugu tersebut rampung, tak begitu lama di Dusun Pabongan digelar kampanye PPP dan Golkar dalam waktu yang hampir bersamaan.
Foto ini menjadi catatan sejarah penting tentang masa lalu kehidupan sosial politik masyarakat di lereng Gunung Lawu, khususnya lereng Gunung Lawu bagian Barat, dan lebih khusus lagi desa Berjo atau Dusun Pabongan.
Kedua bangunan tugu tersebut saat ini sudah tidak ada. Tidak ada catatan kapan tugu tersebut dirobohkan. Warga juga tak ada yang ingat.
** Foto merupakan dokumentasi milik Miftakhussurrur