Pengelola wahana wisata Cemoro Kandang Park, Anis Susilowati memamerkan foto seekor burung kepada kolega dan teman-temannya. Sambil mempromosikan wahana wisata yang dikelolanya itu, Anis menyebutkan bahwa burung itu namanya jalak gading.
Ia ingin menunjukkan bahwa dengan mengunjungi wahana wisata itu, pengunjung bisa melihat burung jalak gading tersebut. Ia mengatakan bahwa burung itu memiliki mitos karena sering menjadi pemandu jalan bagi pendaki gunung Lawu sehingga tidak tersesat.
Pemandu pendaki mitoskah?
Memang benar, dan bisa jadi memang bukan mitos. Kompas.com melansir bahwa burung itu memang dianggap sahabat setia dalam perjalanan (mendaki gunung Lawu) dan penunjuk jalan agar tidak tersesat.
Untuk memastikan anggapan itu, kompas.com mewawancarai Danang Sutopo, anggota tim SAR Anak Gunung Lawu (AGL). Menurutnya sebagian besar pendaki percaya bahwa burung tersebut bisa membantu pendaki yang tersesat.
Menurutnya, Danang sering bertemu dengan burung tersebut saat mendaki, biasanya setelah melewati Pos 2. Burung tersebut memang selalu ada sehingga menimbulkan kesan sedang menemani pendaki.
Populasi jalak gading
“Masih banyak populasinya, terutama di area mendekati puncak gunung. Burungnya selalu ada di depan pendaki, dan saat mau didekati pasti langsung terbang. Lalu datang lagi di depan, begitu seterusnya. Jadi seakan menunjukan jalan,” katanya, seperti dilansir kompas.com.
Menurut Danang, burung itu hendak mencari sisa mi instan yang bentuknya mirip cacing. Karena burung itu sukanya makan cacing.
Ungkapan Danang ini dibenarkan oleh ahli burung dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) –sekarang BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional)— yang bernama Mohammad Irham. Irham pernah mengamati burung tersebut, (mereka) memanfaatkan sisa-sisa makanan pendaki yang ditinggalkan di jalur pendakian atau di pos perhentian. Jadi, kemungkinkan burung tersebut mendekati pendaki karena terbiasa memperoleh makanan sisa dari pendaki, terutama sisa makanan yang ada di jalur pendakian.
Mengenal jalak gading
Dalam informasi yang dilansir kompas.com itu, Irham menyebutkan bahwa burung tersebut memiliki nama latin Turdus poliocephalus. Alasan masyarakat menamainya jalak gading tak lain karena warna paruhnya yang kuning gading.
Menurut Irham jenis burung ini memang habitatnya ada di pegunungan, bahkan ada yang tinggal di puncak. Perilaku burung ini memang mencari makan di daerah vegetasi yang rimbun, di tanah, atau di wilayah terbuka seperti di jalur pendakian.
Hal tersebut juga menjelaskan mengapa burung ini selalu terbang kembali ke jalur pendakian, apalagi kalau bukan mencari makanan. Namun, di masyarakat justru muncul mitos bahwa jalak gading ingin membantu menunjukkan jalan. Jadi seandainya ada pendaki yang mempunyai pengalaman tersesat dan kehadiran burung tersebut membantu, kira-kira itu kebetulan saja.
Nama lain jalak gading
Anis Susilowati mengatakan bahwa setelah ia mencari informasi di google, nama burung tersebut malah sama dengan nama dirinya. Nama burung itu ada yag menyebut dengan jalak anis gading.
Sementara menurut jalaksuren.com, jenis burung kicauan di alam ini memang banyak sekali. Inilah yang menjadikan burung yang termasuk dalam keluarga Turdidae ini merupakan salah satu jenis burung endemik yang penyebarannya terbatas di sekitaran Gunung Lawu saja.
Area gunung yang pada umumnya dijadikan sebagai tempat hidup atau habitat oleh burung Anis Gading mulai dari yang dekat dengan pemukiman penduduk. Selain itu, habitatnya juga sampai ke bagian pendakian menuju lerengnya.
Pendapat ahli
Terkait dengan ini, sukuh.com mencoba mengkonfirmasi kepada ahli ekologi manusia di Jurusan Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Puguh Karyanto, Ph.D.
“sebenarnya belum bisa dianggap endemik. Sebab di tingkat jenis masih sama”, ujarnya lewat aplikasi whatshapp.
Artinya berdasarkan ciri-ciri spesifiknya, burung ini tidak hanya bisa ditemui di kawasan gunung Lawu saja. Spesies burung Turdus poliocephalus bisa ditemui di banyak tempat.
Meski demikian mengutip wikipedia.org burung jalak gading memiliki banyak sub spesies atau ras. Ada lebih 30 tempat di dunia ini bisa ditemui burung jalak gading. Di Indonesia tercatat ada 11 ras. Salah satunya adalah yang di gunung Lawu ini. Untuk ras yang ada di gunung Lawu adalah Turdus poliocephalus Stresemanni (m. Bartels, jr, 1938).
Belum masuk daftar yang dilindungi
Burung ini juga belum masuk daftar yang dilindungi. Populasinya masih banyak di alam.
“Sama sekali belum ada yang menangkarkan. Mungkin tidak begitu menarik secara ekonomi”, kata Puguh Karyanto, ketika ditanya terkait kemungkinan dampak perburuan oleh manusia (penduduk) di sekitar gunung Lawu.
Mitos yang disebutkan diatas ternyata juga berpengaruh positif terhadap kelestarian burung anis gading. Karena, tidak ada satu pun orang yang berani membunuhnya. Bahkan hanya sekedar mengusirnya pergi.
Tak hanya itu saja, burung anis gading pun juga bisa lebih mudah akrab dengan manusia yang mengunjungi atau melakukan pendakian ke gunung Lawu sambil mencoba mendekati serta meminta makan yang dibawa pendaki.
Burung yang jinak
Karakteristik burung anis gading ini memang jinak. Burung ini mudah berinteraksi dengan orang-orang yang mengunjungi gunung Lawu. Dengan orang-orang tidak menangkap atau melakukan pemburuan liar, maka burung ini akan bisa tetap lestari.
Nah, jika Anda ingin sekedar melihat burung anis gading ini, tak harus mendaki gunung Lawu. Cukup mengunjungi Cemoro Kandang Park. Keberuntungan besar cukup untuk bertemu dengan burung anis gading ini.
Anda akan bisa mendengar suara aslinya di alam. Suara yang dikeluarkan berirama sambil dibunyikan dengan tempo yang agak lama. Ketika mengeluarkan kicauan suaranya akan terdengar siulan yang sedikit melengking serta bernada agak tinggi.
Namun, untuk suara kicauan yang dikeluarkan oleh burung anis gading kurang begitu bervariasi. Anis gading juga sering melakukan pengulangan lagu yang diakhiri dengan siulan bergetar yang memiliki nada yang rendah.