Categories: Khazanah Lereng Lawu

Inilah 10 Pantangan Masyarakat Lereng Lawu

Sebelum Anda bepergian ke suatu daerah atau suatu negeri ada baiknya Anda mempelajari terlebih dahulu berbagai adat istiadat yang dianut oleh masyarakat daerah atau negeri yang hendak Anda kunjungi. Hal ini perlu agar Anda bisa menyesuaikan diri dan yang lebih penting untuk menghindari melakukan kekeliruan dalam berinterkasi dengan warga setempat. Demikian pula sebelum anda berwisata atau sekedar bertamu ke kawasan Lereng Lawu sebelah barat tidak ada salahnya Anda mengenal beberapa adat istiadat yang berlaku di sana.

Masyarakat yang tinggal di dusun-dusun seantero Lereng Lawu bagian barat sebenarnya merupakan bagian dari masyarakat Jawa. Hal ini tak lepas dari pengaruh dua kerajaan Jawa Kasunanan dan Mangkunegaran yang berpusat di kota Surakarta yang secara geografis masih berdekatan dengan daerah Lereng Barat Gunung Lawu. Selain terpengaruh oleh kedua kerajaan adat istiadat Jawa juga mengacu pada apa yang termaktub di literatur Jawa klasik yang banyak dikenal orang, yaitu kitab Primbon. Sehingga berbagai adat istiadat serta kebiasaan yang dipraktekkan di daerah ini sudah tentu merupakan adat istiadat masyarakat Jawa secara umum. Namun demikian terdapat beberapa hal yang bersifat lokal. Yaitu beberapa kebiasaan yang hanya dikenal dan dipraktekkan di daerah ini saja dan tidak akan Anda jumpai di lingkungan masyarakat Jawa di daerah lain. Jadi ada semacam adat istiadat Jawa versi Lereng Lawu.

Berbagai kebiasaan masyarakat lokal ini muncul berdasarkan sifat peka atau menganggap lebih penting suatu hal dibanding di daerah lain. Ada yang menyebut fenomena ini dengan ilmu titen, yaitu semacam nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat yang bersumber dari pengamatan atas kejadian yang terus berulang hingga lama-kelamaan menjadi mitos. Walhasil mitos-mitos tadi seolah-olah hidup secara nyata. Orang tua—yaitu kakek nenek— selalu menanamkan mitos tersebut kepada anak turun mereka sebagai nilai-nilai yang wajib dipraktekkan.

Tentu Anda bertanya, apa yang terjadi jika melanggar mitos tersebut. Masyarakat terus menjaga mitos-mitos tadi agar terus hidup dengan cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian ada kesepakatan bersama. Maka bagi yang melanggar akan mendapatkan sanksi sosial berupa pengucilan dari pergaulan dan yang bersangkutan akan dicap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun atau unggah-ungguh menurut istilah setempat

Kebanyakan mitos itu berupa larangan, pantangan atau pamali. Ada juga beberapa larangan karena alasan sopan santun yang merupakan adat istiadat ketimuran secara umum. Sering dikenal dengan istilah La Politesse Orientale. Berikut sejumlah fenomena mitos/pamali yang ada di daerah ini.

  1. Larangan melintas di depan orang duduk. Jika ada orang sedang duduk, terutama orang yang lebih tua dari Anda dan dalam jarak yang sangat dekat hendaknya Anda menghindar. Jika tidak ada cara lain maka tetaplah melintas sambil membungkukkan badan dan ucapakanlah permisi, misalnya : “Nderek Langkung, Mbah” dst.
  2. Jangan menyerahkan sesuatu dengan tangan kiri. Meskipun Allah menciptakan beberapa anggota badan kita seperti mata, telinga, kaki dan tangan dalam bentuk berpasangan, yaitu kanan dan kiri. Di mana anggota badan kanan dan kiri saling membantu sehingga pekerjaan terasa lebih ringan daripada dikerjakan sendiri. Sehingga sebenarnya anggota badan, misalnya tangan, baik tangan kanan maupun kiri kedudukannya sama. Akan tetapi jika Anda sedang di daerah Lereng Lawu ini Anda jangan pernah memberikan sesuatu dengan tangan kiri. Orang yang menerima akan tersinggung meskipun barang yang Anda berikan sangat bernilai.
  3. Hindari memanggil orang yang lebih tua tanpa sebutan. Kelakuan seperti ini disebut njangkar. Orang tua di daerah ini secara otomatis menerima privilese untuk dihormati dengan menggunakan berbagai cara oleh orang yang lebih muda, salah satunya penyebutan dengan kata sandang di depan nama seperti Mbah (kakek, nenek), pakde, kang, bude, mbokde, dst. Orang yang berusia lebih muda wajib menyebut kata sandang itu di depan nama orang tua yang dipanggil.
  4. Tidak boleh duduk di tempat yang lebih tinggi dari tempat duduknya orang yang lebih tua. Jika Anda berada di dekat orang yang lebih tua usianya Anda disarankan untuk tidak mengambil tempat duduk yang lebih tinggi dari dia. Kecuali dalam keadaan khusus, misalnya di dalam sebuah forum di mana Anda bertindak sebagai penceramah misalnya. Ini perkecualian, meskipun Anda orang muda sementara para hadirin terdiri dari orang-orang sepuh Anda boleh duduk di podium yang lebih tinggi posisinya.
  5. Dilarang bercakap-cakap dengan orang yang lebih tua dengan bahasa ngoko. Bahasa Jawa merupakan bahasa yang terdiri dari beberapa tingkatan. Perbedaan tingkat ini mencerminkan status sosial penuturnya. Percakapan antar orang yang se-level digunakan bahasa ngoko. Akan tetapi untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau yang dituakan digunakan bahasa kromo. Hal demikian merupakan bagian dari sopan santun.
  6. Tidak diperbolehkan makan di depan pintu. Larangan ini sebenarnya lebih dimaksudkan sebagai bentuk etika sopan santun. Di lingkungan masyarakat Jawa, meskipun sekedar memenuhi kebutuhan jasmani, makan harus dilakukan di tempat yang layak. Namun ada juga yang meyakini jika seorang gadis sering makan di depan pintu dia akan sulit mendapatkan jodoh
  7. Jangan menyisakan makanan saat makan. Alasan pamali yang satu ini sungguh tidak logis. Konon jika makan bersisa alias makan tidak dihabiskan maka ayam piaraan kita bakal mati. Terlepas dari alasan tersebut pantangan ini baik untuk diikuti agar tidak mubazir.
  8. Jangan berpindah tempat saat makan. Konon jika orang melanggar pamali ini berakibat akan mendapat ibu tiri. Terkecuali pindah dari posisi yang lebih bagus misalnya semula makannya di lantai, kemudian pindah ke meja makan yang semestinya.
  9. Jangan bangun tidur kesiangan. Bangun tidur terlalu siang akan berakibat segala bentuk rezeki yang akan datang akan selalu menjauh kembali. Semua orang pasti setuju sekali dengan pamali yang ini.
  10. Jangan duduk di pintu, karena konon akan berakibat sulit mendapatkan jodoh. Kalo ditelaah dengan logika pantangan ini tidak masuk di akal. Namun bagaimanapun juga, baik diikuti karena duduk di depan pintu akan mengganggu orang yang akan lewat.

Sudah barang tentu tidak hanya ada 10 item larangan. Masih banyak lagi yang lain. Sebagai sekedar pengenalan bagi Anda tulisan ini hanya mengangkat 10 larangan yang berlaku umum. Karena banyak larangan yang lain yang secara khusus ditujukan untuk kelompok-kelompok khusus seperti wanita yang sedang hamil, para gadis dll. Semoga bermanfaat.

Mohammad.maksum@mail.ru

Redaksi

staf redaksi sukuh.com

Recent Posts

Pabongan Orchid, Berbisnis Cantiknya Anggrek di Lereng Lawu

Menurut Badan Pusat Statistik, anggrek adalah komoditi andalan sektor florikultur atau tanaman hias. Tanaman ini…

12 months ago

Inilah Jenis Anggrek Alam yang Paling Banyak Tumbuh di Lereng Gunung Lawu

Dilihat dari aspek ekonomi anggrek merupakan tumbuhan dengan nilai estetika tinggi yang menarik orang untuk…

2 years ago

Pordjo Abdul Ghani, Trah Berpengaruh di Lereng Barat Gunung Lawu

Tanah lereng Gunung Lawu bagian barat adalah tempat lahirnya komunitas-komunitas besar yang kalau ditelusuri hingga…

2 years ago

Dikotomi Lor Kali – Kidul Kali: Antara Mitos dan Realitas

Ketika suatu wilayah dilintasi sebuah sungai atau kali maka akan terjadi pembelahan wilayah tersebut menjadi…

2 years ago

Jalak Gading, Burung Pemandu Jalan Pendaki Gunung Lawu

Pengelola wahana wisata Cemoro Kandang Park, Anis Susilowati memamerkan foto seekor burung kepada kolega dan…

3 years ago

Dari Inkubasi Bisnis Sampai Bukit Paralayang Segorogunung

Di Desa Segorogunung, transformasi pemberdayaan masyarakat desa dan mengkaitkannya dengan pengembangan wisata desa dilakukan secara…

3 years ago